Adanya organisasi SAR akan memberikan rasa aman dalam penerbangan dan pelayaran. Penerbangan dan pelayaran internasional yang melintasi wilayah Indonesia membutuhkan jaminan tersedianya penyelenggaraan SAR apabila mengalami musibah di wilayah Indonesia. Tanpa itu, Indonesia akan dikategorikan sebagai “black area” untuk penerbangan dan pelayaran. Status “black area” dapat berpengaruh negatif dalam hubungan ekonomi dan politik Indonesia secara internasional.
Sejarah perkembangan organisasi Badan Pencarian dan Pertolongan (SAR) Nasional, pada 1950 Indonesia menjadi anggota organisasi penerbangan internasional ICAO (International Civil Aviation Organization). Sejak itu Indonesia diharapkan mampu menangani musibah penerbangan dan pelayaran yang terjadi di Indonesia. Pada 1959 Indonesia menjadi anggota International Maritime Organization (IMO).
Kemudian berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 11 tahun 1972 tanggal 28 Februari 1972 tentang pembentukan Badan SAR Indonesia (BASARI), Pusarnas (Pusat SAR Nasional) menjadi unit Basari yang bertanggungjawab sebagai pelaksana operasional kegiatan SAR di Indonesia. Lalu untuk efisiensi, melalui Keputusan Presiden Nomor 47 tahun 1979, Pusarnas yang semula berada dibawah Basari, dimasukkan kedalam struktur organisasi Departemen Perhubungan dan namanya diubah menjadi Badan SAR Nasional (BASARNAS)
Lalu sesuai dengan perkembangan dan tuntutan tugas yang lebih besar, pada 2007 dilakukan perubahan Kelembagaan dan Organisasi BASARNAS menjadi Lembaga Pemerintah Non Departemen (LPND), yang diatur Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 99 Tahun 2007 tentang Badan SAR Nasional. Sebagai LPND, BASARNAS berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden. Pada Perkembangannya, sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 39 tahun 2009, sebutan LPND berubah menjadi Lembaga Pemerintah Non Kementerian (LPNK), sehingga BASARNAS pun berubah menjadi BASARNAS (LPNK).
Sumber : Indonesia Baik